Nyawa, Nafas, Hidup, dan Jiwa

 

Jika saja dirimu tahu, di sini aku bernyawa.

            Sebentar lagi subuh tiba, tinggal tiga puluh menit menuju pukul lima. Aku masih menatap layar monitor ini. Menegakkan pinggang seraya berkata kepadanya, “wahai pinggangku yang terkasih, gagahlah selalu, jangan biarkan ngilu itu menghantam setiap sendimu.”

            Kau boleh bilang aku gila, tidak tidur beberapa hari lamanya. Tapi sungguh, aku tidur. Tiga puluh menit setiap harinya. Atau lebih, jika senggang. Nyatanya, raut mukaku tetap tenang, tanpa bulatan hitam, tanpa semangat yang pupus di tengah jalan.

            Kau boleh bilang aku sinting, mengejar dan berpacu. Tapi sungguh, aku masih malas. Belum dapat mengejar semua itu. Ataukah harapan belum menjerat urat leherku? Kau tidak akan melihat sebuah perjuangan, karena aku memang belum berjuang.

            Jika saja dirimu tahu, di sini aku bernafas. Menghirup jiwa dari karya, nutrisi dari pikiran, dan menyatu dengan kekasihku—logika.

            Aku tertawa dalam hati, bahkan ketika dirimu berusaha menahan nafasku. Perlulah dirimu lihat sejenak. Hidung siapa yang mau kau tutup? Hidungku atau hidungmu?

Bila saja dirimu berhasil menutup kedua lubang kecil itu, maka kugunakan mulutku. Hingga kau menyumpalnya dengan sapu tangan, maka aku akan bernafas melalui pori-poriku. Sebagai stomata, dalam alam tumbuhan yang bebas.

Marilah kita bermain narasi. Kau boleh memanjakanku dengan segala puji, atau cerca intimidasi. Ketahuilah kawan, aku sebenarnya tidak begitu peduli.

Jika saja dirimu tahu, di sini aku hidup!

Entah parade singkat dalam langkah tetap, atau berpacu dalam apa saja yang rancu. Tapi aku tahu mauku. Hanya satu. Jiwa.

 

***

 

Seorang nyamuk menghampiriku, aku memicingkan mata.

“Syukur padamu anak muda, tatapanmu padaku lebih baik daripada apa yang kamu berikan pada sebuah saudara.”

“Lebih baik bagaimana?”

“Kau melihatku dengan matamu.”

Aku tersenyum. “Ya!” jawabku kemudian.

Lalu dia terbang pergi, terantuk kaca lemari buku, dan pingsan di lantai. Sayapnya bergetar dan ia menggeliat. Aku mendatanginya, berjongkok menatap tubuh tak berdaya itu.

“Apakah kau akan menginjakku?” tanyanya parau.

“Tidak.” Kemudian aku menambahkan, “karena kau seorang nyamuk.”

 

***

 

Jika saja dirimu tahu, di sini sudah pukul lima.

Sebentar lagi tidur menjumpa, dan sebelum pukul enam aku akan terjaga. Dengan senyumku yang biasa. Selamat pagi DUNIA!

 

9 Juli 2008, 05:18 WIB.

Baca perbualan

Cerpen-cerpen Berkaitan

Semua cerpen-cerpen Eksperimen

cerpen-cerpen lain

Perbualan

Perbualan

Want to join the conversation? Use your Google Account

  • 1) cass, aku suka garapan karya seperti ini... good! :D
  • 2) wuich, analitis banget, siip !

  • (Penulis)
    3) @zu : Thanks zuu... :D

    @man_atek: Ha ha ha, semoga selain karyanya, juga bisa belajar kimia analitis dengan baik ya paman.. ;D (wish me luck...) :D
  • 4) suka bergadang ya? sy juga selalu tp siangnya pasti tertidur waktu sore. 30 minit aja tidur gak cukup! Bakalan pengsan. :D

  • (Penulis)
    5) he he he, waktu liburan kucoba tidur 30 menit terus bisa gak pingsan kok nurie.. he he he... :D cuma kalo udah cape ya baru tidur.. :D kalo sekarang bisa dijotos mamaku. :D

Cerpen-cerpen lain nukilan cassle

Read all stories by cassle