ROWE (part 1 of 2)

 

"Mencoba untuk mengulas tentang ROWE... Mohon kritik n commentnya.. Thanks.. ^^"

"Tahun 2007, perjalanan ROWE masih jauh untuk diterapkan dalam menejemen perusahaan di Indonesia. Banyak pemain inti perekonomian Indonesia, para pemimpin tunggal berbagai perusahaan besar, bahkan belum mengetahui sistem ROWE. Belum populer dan tidak terpercaya-begitulah status ROWE saat ini. Beberapa pihak menganggapnya sebagai solusi, yang lain beranggapan sebaliknya. Pro dan kontra tak pernah berhenti, sedangkan bangsa kita hanya menunggu instruksi-tanpa inisiatif apalagi obsesi. Namun, seorang petualang sejati sedang duduk termenung di ruang kerjanya-mengeksplorasi sesuatu yang takkan pernah terungkap, yaitu pikirannya sendiri."

***

Detik jam terdengar jelas, menggema ke seluruh ruangan.

"Ting-Tong..!"

Alih-alih membuka pintu, Jazzer malah mengambil PDA phone-nya.

"Kak Jazz?", suara nyaring seorang bocah laki-laki menyeruak keluar dari speaker.

"Ya, Fle? Ada apa?"

"Maaf Kak, ganggu.. Kakak kapan pulang? Er..."

Glek! Mata Jazz cepat-cepat berpindah fokus ke jam meja di dekatnya. O..ow.. Jam 7 malam! Dia lupa pulang dan memasak untuk adiknya! Pastilah Flesa sudah kelaparan. Flesa adalah anak yang lucu, pintar, dan menggemaskan, sekaligus nakal. Di usianya yang baru menginjak 7 tahun, ia sudah dapat berdiskusi dengan Jazzer yang belasan tahun lebih tua darinya, tetapi topik pembicaraan mereka masih dalam tahap memicu keingintahuan Flesa saja. Sifat khas Flesa yang paling unik sekaligus sangat merepotkan adalah, ia tidak mau makan malam apabila masakan yang terhidang di meja makan bukanlah hasil masakan kakaknya tercinta. Belum ada satu koki pun yang berhasil memuaskan selera putra bungsu keluarga Darita itu, kecuali saat ia sudah sangat kelaparan.

"Ah! Iya.. Sebentar ya, Fle. Kakak langsung pulang kok. Daaah!", ucap Jazz memotong pembicaraan sambil bersiap-siap untuk pulang secepatnya. Seperti biasa, ia terlalu asyik bekerja hingga tidak memperdulikan waktu yang terus bergulir. Sekitar lima menit kemudian, direktur utama Sheraz-anak perusahaan dari Darita Corp., terlihat keluar terburu-buru dari sebuah gedung tinggi yang megah dengan lambang S klasik di puncaknya. Dengan setengah berlari, Jazzer Darita berusaha tetap berjalan anggun lalu segera masuk ke dalam mobil Mercedes CLK seri terbaru dan menghempaskan tas hitam berisi laptop di jok belakang. Dalam beberapa detik, mobil itu sudah meninggalkan tempat parkir VIP khusus tepat di depan pintu utama dengan bunyi berdecit keras.

Sepatu hak tinggi memang sedikit mengurangi kelincahannya, namun wanita muda itu tetap fokus berpindah-pindah jalur demi mengejar waktu. Jazzer berkendara layaknya seorang Jammy Bond yang sedang mengejar komplotan penjahat ataupun seorang agen rahasia yang sedang mengejar teroris, bahkan tidak segan-segan memanfaatkan bahu jalan atau jalur Busway sebagai jalur cepat alternatif.

Entah berapa puluh klakson yang telah ditujukan kepadanya sepanjang perjalanan singkat itu. Jazz tampak tidak perduli dan memang tidak perduli. Hanya satu yang ia perdulikan saat itu, Flesa-satu-satunya adik laki-laki yang ia miliki, satu-satunya teman terbaik, dengan orang tua yang sama sibuknya.

***

Jazzer tersentak ketika melihat sebuah sosok pria gagah dengan raut wajah berwibawa, tenang, berkuasa, namun juga mampu mengintimidasi setiap orang-terlepas dari usianya yang telah lebih dari setengah abad.

"Ayah..?"

"Hei!! Anakku..!!!", kerinduan tergambar jelas pada raut wajah kedua orang yang biasanya selalu serius dan kaku. Adegan berpelukan ala Bollywood dipentaskan di tengah ruang makan, para penonton (baca: para pembantu keluarga Darita) meneriakkan "oowh" ataupun "So.. Swit.." pelan karena takut dimarahi, sedangkan Flesa malah asyik cekikikan.

"Ayah! Kakak! Sudah dulu donk! Flesa lapar nih! Tadi kan Flesa mau memberi tahu Kakak, eeeh malah ditutup..", Flesa pura-pura kesal walaupun sebenarnya ia sangat senang ketika keluarganya sedang berkumpul.

"Oh, maaf Fle. Kakak pikir Fle kelaparan, kan biasa Fle ga mau makan kalau yang masak bukan Kakak. Hehehe..", Jazzer cengar-cengir sesaat kemudian pandangannya beralih pada ayah sibuknya itu. "Lho, mana Ibu? Kok belum kelihatan?"

"Hahaha..! Ibumu sedang ada proyek di Jepang, jadi tidak menemani Ayah ke sini. Ayah sangat rindu dengan kalian, jadi kunjungan ini pun Ayah rahasiakan..! Kaget ya Jazz..? Besok pagi Ayah ada jadwal rapat di Jakarta. Mungkin Ayah hanya bisa menginap satu malam saja di sini, setelah itu Ayah harus kembali ke Amerika."

Sebagai pemilik tunggal beberapa perusahaan besar yang juga sering disebut Darita Group, Cavint Darita memiliki jadwal luar biasa padat. Terbang dari satu negara ke negara lain, dari satu kota ke kota lainnya, merupakan kegiatan sehari-hari demi menghadiri berbagai rapat penting.

Sesaat kemudian suasana terasa amat hening, jarak yang begitu jauh antara Flesa dan Jazzer dengan ayah mereka membuat canda tawa semakin cepat menghilang begitu saja. Menyadari hal ini, Jazz mencoba membuka percakapan dengan harapan suasana beku itu dapat cair kembali. Terlalu sayang apabila malam yang indah ini dilewatkan begitu saja. Meskipun ibu mereka tidak ada di sana, kerinduan keduanya pada orang tua mereka tidak dapat hilang hanya dengan video conference-terlalu banyak hal yang ingin mereka ceritakan secara langsung, bukan hanya saling menatap dengan layar monitor saja.

"Kalau cuma rapat kenapa harus ‘face to face' sih, Yah? Video conference kan juga bisa.. Biasanya kita juga selalu begitu kan?", Jazzer mengerti akan pentingnya tatap muka dalam suatu rapat, namun bila ayahnya harus duduk terpaku selama belasan jam dan mengorbankan kedekatan keluarga hanya demi tatap muka itu...

Apakah tidak ada solusinya? Bila biasanya ia harus pulang malam hanya untuk bekerja di kantor-yang sebenarnya dapat ia lakukan di rumah, apakah tidak ada solusi untuk kembali mendekatkannya dengan Flesa? Segitu lebarkah jurang yang tercipta karena tuntutan pekerjaan? Begitu banyakkah kenangan indah yang harus ia lewatkan demi memperjuangkan karir yang nantinya tidak lain adalah untuk keluarganya sendiri? Baru beberapa bulan ia bekerja penuh di Sheraz-perusahaan yang kini telah menjadi wewenang Jazz seutuhnya, jurang antara Jazz dengan Flesa sudah mulai terasa. Saling menjauhkan antara yang satu dengan yang lainnya, terasa jauh, dan semakin jauh lagi. Keduanya sudah jarang bercanda bersama, suasana rumah megah itu semakin dingin-sedingin pendingin udara yang selalu menyejukkan mereka.

Flesa tetap menikmati hidangan ikan bakar kesukaannya dan sama sekali tidak menyadari pergulatan batin kakak dan ayahnya. Flesa masih terlalu muda untuk topik seperti ini, tetapi ia mengerti bahwa suatu saat nanti topik ini pasti akan berguna baginya. Antara mengerti ataupun tidak, Flesa tetap setia mendengarkan. Ekspresinya tampak ikut-ikutan serius, padahal yang ia pikirkan pastilah tidak jauh dari ikan bakar yang sedang dikunyahnya. Laki-laki tua itu merubah posisi duduknya dan menatap wajah putri sulungnya dengan sabar, siap memberi pengertian-seperti yang selalu ia lakukan dulu.

"Jazz, kamu tahu betapa pentingnya kedisiplinan setiap elemen perusahaan dalam menggapai setiap tujuan perusahaan kan?"

Jazz mengangguk pelan, "Ya, karena kedisiplinan menentukan tingkat perkembangan setiap proses."

"Tepat sekali", dengan bangga ia menatap lekat-lekat wajah Jazzer-seorang wanita karir sejati, seorang wanita yang nantinya akan menguasai seluruh laki-laki yang berada di bawah pimpinannya. Kekuasaan yang dilandasi rasa kebersamaan dan kerja sama, bukan seperti pola kerja dari prinspi hidupnya yang kaku. Meski demikian, ia sama sekali tidak menyesali setiap prinsip yang telah menjadi pedomannya selama ini. Setelah menelan sesuap nasi goreng dengan sedikit sayur baby buncis hidroponik cah saus tiram, ia melanjutkan perkataannya.

"Bila kita-sebagai pemimpin dan pemilik perusahaan, tidak menunjukkan sikap disiplin yang kuat, tidak menunjukkan betapa besar pengorbanan kita bagi mereka dan perusahaan yang kita pimpin, akankah orang lain akan bersikap disiplin atau merasa berkepentingan dengan perusahaan itu?"

Jazz menggelengkan kepalanya, namun sesaat kemudian ekspresi wajahnya mendadak cerah kembali. Wajahnya menyinarkan sesuatu yang sangat terang dari dalam dirinya-bukan sebuah lampu di dalam kepala layaknya sebuah pumpkin halloween, melainkan api semangat membara, membakar semua orang yang menatapnya. Melihat hal itu, ayahnya tahu bahwa Jazzer pasti telah menemukan sesuatu yang cukup menarik untuk mereka bahas semalam suntuk.

"Bagaimana dengan ROWE? Mungkinkah kita menerapkannya?", mata Jazz berbinar-binar cerdik.

Sang Ayah mengerutkan dahinya, tak sanggup berkata-kata. Ia sama sekali belum mengetahui tentang ROWE. Apalagi metode penerapannya. Dengan sigap Jazzer segera mengambil laptop dan bermaksud menunjukkan presentasi metode ROWE yang telah menjadi buah pikirannya beberapa bulan terakhir.

"Baiklah, mari kita bahas itu di ruang baca. Tapi.. Setelah kita selesai makan malam, oke? Flesa, kamu juga boleh ikutan kok.. Besok kamu kan libur, jadi khusus malam ini kamu boleh ikut berdiskusi dengan Ayah dan Kakak.", kata sang Ayah seraya melanjutkan kembali makan malamnya yang sempat tertunda. Kerut-kerut tampak jelas menghiasi wajah pria kaya itu, namun matanya tetap berbinar cemerlang. Tatapan tajam dan ambisi yang kuat merupakan ciri khas keluarga Darita. Keingintahuan yang sangat besar membuat mereka dapat tetap saling berpegangan tangan meskipun dipisahkan oleh jarak yang selalu menjadi jurang pemisah keluarga itu. Namun tangan mereka sudah licin dan hampir terlepas satu sama lain, hanya perjuangan yang dapat menyelamatkan keharmonisan keluarga Darita dari kehancuran dan perpisahan.

Setiap dari mereka merasakan keletihan yang luar biasa, namun perjuangan harus tetap dilakukan untuk melepas rindu satu sama lain. Terlebih lagi sang Ayah baru melakukan perjalanan yang cukup jauh-belasan jam lamanya ia harus duduk terpaku di tempat duduk yang sempit, terombang-ambing oleh tekanan udara. Apakah ia akan membiarkan rasa letih menyerangnya, atau bahkan melumpuhkannya? Tidak! Pemikiran kritis, mendalam, dan kompleks telah ia tanamkan sejak dulu, hanya tinggal tahap penyempurnaan yang harus ia berikan pada Jazzer sebagai bekal baginya untuk dapat membimbing adiknya di kemudian hari apabila ia telah pensiun. Setiap pemikiran kritis harus selalu ditanggapi dengan pemikiran yang kritis pula agar semakin berkembang dan berkembang, bukan disimpulkan sendiri dengan hipotesa dari satu pikiran saja. Ayah dan anak-sama-sama letih, sama-sama sedarah, walau pemikiran mereka berbeda, namun dengan rasa hormat yang sama.

Malam itu begitu indah, hidangan-hidangan lezat tersaji di atas meja. Sang kepala keluarga tertawa bergembira, disusul gelak tawa dari kedua anaknya. Laki-laki dan perempuan-sama-sama pewaris keluarga Darita, sama-sama dibimbing sang Ayah, walau usia mereka terpaut jauh, namun dengan tatapan tajam yang sama.

Akankah dunia kerja menciptakan jurang dalam keluarga yang semakin lama semakin melebar? Seiring perkembangan perusahaan Darita, akankah masih ada waktu yang tersisa bagi Flesa untuk mendapatkan bimbingan sepenuhnya di kemudian hari? Akankah suatu hari nanti, keluarga Darita dan berjuta keluarga lainnya dapat menikmati makan malam bersama tanpa menyadari bahwa salah satu anggota keluarga mereka masih melaksanakan ‘tuntutan pekerjaan'?

Akankah ROWE menyelamatkan kita..?

7 November 2007, 21.41 WIB.

"Apa sih ROWE itu..? Bagi yang belum tahu, akan dibahas pada part kedua ya.. hehehe.."

Baca perbualan

Cerpen-cerpen Berkaitan

Semua cerpen-cerpen Eksperimen

cerpen-cerpen lain

Perbualan

Perbualan

Want to join the conversation? Use your Google Account

  • 1) fiuhh...sulit untuk dipercayai saja, kalo tulisan ini ditulis oleh gadis seusia mu. fantastic ideanya. boleh nanya kan, inspirasinya dari mana nih? ;p. cuma, untuk beberapa perkataan asing itu, harus dimerengkan saja, cass. berhati2 juga kalo memilih untuk menggunakan titik (...), cukup tiga titik untuk perlihatkan kelangsungan ayat dan baris lanjut. plot sedikit longgar, tapi itu masih bisa dibaiki menurut ku... semangat! :D

  • (Penulis)
    2) Thanks atas komennya zu... aku dapet inspirasi dari source yang kuberikan pada part kedua... ^^

Cerpen-cerpen lain nukilan cassle

Read all stories by cassle