ROWE (part 2 of 2)

 

 

"Bertanya-tanya dalam hati, betulkan riset yang telah saya lakukan? Tolong saran, kritik, dan komennya yaaa.... Thanks."

Rak-rak buku menutup seluruh sisi dinding di ruangan itu, hanya bagian pintu yang tersisa. Di tengah ruangan terdapat sebuah ranjang yang sangat lembut, dihiasi dengan beberapa boneka di tengah ranjang--seolah-olah sedang tidur sama seperti pemiliknya. Jazzer Darita tertidur lelap sambil memeluk guling dan Noname--beruang kuningnya itu.

Bila salah seorang pegawai Sheraz atau siapa pun yang mengenal Jazzer di tempat kerja, tak mungkinlah mereka percaya bahwa direktur utama Sheraz--seorang wanita muda dengan karir gemilang, masih memiliki jiwa anak-anak yang tak pernah diperlihatkannya di luar rumah. Ada tiga meja belajar di ruangan itu, dengan dua laptop di atasnya, sebuah lemari pakaian, serta banyak buku-buku berserakkan di lantai. Sesaat kemudian, kelopak mata Jazzer mulai terbuka perlahan lalu ia menguap lebar.

"Huwaam... Nguantuknya bukan main..," lalu ia menampar pipinya sendiri.

Kakinya menendang selimut sehingga terbuka dan ia langsung melompat bagai pesulap yang sedang beraksi. Sayangnya kaki kanan Jazz mendarat di atas sebuah buku dan tergelincir. Alih-alih jatuh, Jazz melompat lagi. Kali ini dia mendarat sempurna dengan kedua tangan diangkat ke atas layaknya seorang atlet lompat indah. Beginilah sikap Jazz setiap pagi, selalu kocak dan ceria. Senyum lebar menghiasi wajah Jazz.

"Hari yang indah!"

Ia menyalakan music player-nya dan lagu Spongebob dengan judul The Best Day Ever meluncur keluar dari speaker, menemani jogetan Jazzer ketika ia menuju ke kamar mandi.

***

Jazzer, Flesa, dan ayahnya sudah duduk manis di ruang makan. Pakaian mereka rapi, penampilan yang elegan-bahkan Flesa pun terlihat memukau dengan pakaian santainya.

"Yah, kemarin kita lupa membahas ROWE! Lalu bagaimana?" Jazzer baru teringat mengenai ROWE yang lupa mereka bahas semalam. Dimulai dengan lelucon sederhana, mereka bercanda sepanjang malam, menghabiskan waktu bersama, dan Flesa sangat beruntung dapat turut serta karena hari ini ia tidak bersekolah. Akibatnya, ROWE yang seharusnya menjadi topik pembahasan utama malah terlupakan.

"Ah, iya juga ya. Wah, sudah pukul 06.30, Ayah harus pergi."

"..."

Flesa dan Jazzer terdiam. Begitu sedikitkah waktu yang dapat diberikan Ayah mereka kepada anak-anaknya? Dengan berat hati mereka mengucapkan salam agar dapat berjumpa lagi secepatnya.

Ayah Jazz mendekatinya lalu berbisik pelan. "Jazz, Ayah percaya kamu dapat merundingkan ROWE dengan Lee dan Vivien. Mereka dapat membantumu dalam mengambil setiap keputusan yang akan menentukan nasib Sheraz di kemudian hari. Jangan ragu atas apapun yang kamu percayai, Jazz. Ayah bangga memiliki putri sepertimu," dipandangnya sekilas putri sulungnya itu lalu ia berjalan mendekati mobil yang akan mengantarnya segera ke bandara. "Ayah akan pulang dalam waktu dekat, jaga kesehatan kalian ya! Jangan nakal ya, Flesa! Turuti kata-kata kakakmu! Bye.."

"Bye, Yah!" teriak Flesa dan Jazzer serempak. Dengan berat hati mereka melepaskan kepergian ayah mereka. Kedua pasang mata itu masih menyusuri sebuah mobil mewah berwarna hitam gelap hingga menghilang dari pandangan. Keduanya mendesah pelan dan segera sesudahnya Jazzer bersiap-siap untuk pergi ke kantor-melancarkan aksinya untuk memperjuangkan ROWE.

***

Pagi hari itu Jazzer mengenakan kemeja kerja bermotif garis-garis hijau dan biru dengan celana bahan berwarna hitam serta sepatu hak tinggi yang sepadan dengan busana yang ia kenakan. Ketika ia melangkah memasuki gedung itu, semua orang menyambutnya. Satpam, office boy, cleaning service, hingga para pejabat tinggi di perusahaan Sheraz memberi hormat kepadanya. Jazzer berjalan tegap dengan senyum yang khas, suara langkah kaki selalu menyertainya ketika ia melangkahkan kaki di atas lantai batu pualam yang mengkilap itu. Lantai dasar gedung Sheraz berbentuk oval dengan sentuhan artistik pada setiap tiang penyangga maupun langit-langitnya. Setelah melewati meja penerima tamu, ia berhenti menatap sebuah patung yang menjadi sentral lantai dasar.

Patung tersebut dibentuk dari bahan campuran perak, membentuk sebuah sosok prajurit berkuda yang gagah dengan tombak terangkat tinggi. Dari ujung tombaknya, menyembur keluar pancuran air jernih. Langit-langit diatasnya dilukiskan sebuah ornamen indah berbentuk oval dengan efek cahaya khusus sehingga patung tersebut seakan-akan tampak bermandikan cahaya. Di sepanjang tepi pembatas kolam, terukirlah nama perusahaan itu--Sheraz.

Jazzer melanjutkan langkahnya dan menunggu di depan pintu lift. Hari masih pagi dan belum banyak karyawan yang telah sampai di kantor. Tidak seperti Jazz, karyawan-karyawan yang bekerja di sana pada umumnya tidak tinggal berdekatan dengan gedung tersebut. Mereka tinggal di pinggir kota dimana harga tanah dan bangunan masih dapat mereka jangkau. Jazzer merasa ngilu harus membayangkan betapa besar pengorbanan setiap karyawan yang bekerja di perusahaannya untuk dapat datang tepat waktu, untuk dapat lolos dari amarah para manajer hanya karena terlambat 10 menit, untuk mengorbankan acara kelulusan buah hati tercinta hanya untuk menyelesaikan sebuah proposal, dan segalanya bermuara pada permasalahan jadwal kerja belaka.

Pintu lift terbuka dan Jazz masuk ke dalamnya dengan geram, ia harus mengusahakan suatu perubahan atas keadaan-keadaan tadi. Ia tidak ingin lebih banyak keluarga lagi yang harus tercerai berai atau setidaknya berpisah jauh, hanya karena masalah pekerjaan. Mengapa manusia harus memilih salah satu antara karir atau keluarga? Apakah dikatakan terlalu serakah apabila manusia menginginkan untuk tetap mempertahankan keduanya? Ketika lift tersebut berhenti pada lantai 25, Jazz keluar dari lift menuju meja sekretarisnya untuk mengatur jadwal pertemuan secepatnya dengan Lee dan Vivien. Ia harus melenyapkan keragu-raguannya, ia harus memperjuangkan ROWE sekuat tenaga. Ia bertekad dapat meyakinkan kepada kedua penasihat utamanya bahwa dogma bisnis berusia puluhan tahun yang menyamakan kehadiran fisik dengan produktivitas dapat digantikan dengan sesuatu yang lebih baik.

***

Lee Rosewood masuk ke dalam ruang pertemuan itu. Lee adalah penasihat terpercaya dari Cavint Darita untuk membimbing putri sulungnya agar dapat menjadi seorang pemimpin seperti yang beliau harapkan. Ialah yang menyaksikan saat-saat awal kelahiran Sheraz, hingga berjaya seperti sekarang. Namun saat ini, segala jabatan dan tanggung jawab yang dahulunya ia panggul telah dilimpahkan kepada Jazzer Darita. Jazz sering menduga bahwa Lee pastilah kesal kepadanya karena ia telah merebut Sheraz dari pangkuan pria berdarah campuran Indonesia-Amerika itu hanya karena Jazz adalah putri sulung dari Cavint Darita. Yang tidak diketahui Jazz adalah Lee menyerahkan segala jabatannya itu atas dasar kemauannya sendiri walaupun Cavint telah melarangnya karena kontribusi Lee terhadap Sheraz sangat besar tak tergantikan. Lee duduk tanpa suara disebelah kanan Jazz yang tengah melamun.

Beberapa saat kemudian, Vivien Hermawan masuk ke ruangan itu. Jazz tersadar dari lamunannya dan tersentak ketika mengetahui Lee telah duduk di sampingnya. Ia mempersilahkan penasihatnya yang masih berdiri untuk duduk di samping kirinya. Berbeda dengan Lee, Vivien bertubuh gemuk dan pendek. Ia telah menemani Jazz hampir sepanjang hidupnya, ia sangat sayang terhadap Jazz. Berkat beliaulah Jazz dapat melewati masa-masa kecilnya dengan bahagia walau orang tuanya terkadang tidak selalu berada di sisinya. Namun Vivien berbeda dengan seorang pengasuh, ia hanya seorang rekan kerja dari Lee dan Cavint yang turut menjaga dan membimbing Jazz dengan sepenuh hati.

"Nah sekarang kita semua telah berkumpul di sini, apa yang hendak engkau bicarakan, Anakku?" Vivien mengawali pertemuan itu dengan senyum lebar menghiasi wajahnya yang bulat.

"Ah, selamat pagi Bu! Good mornin', Sir. Pada pagi hari ini saya ingin menyampaikan pendapat saya mengenai sistem kerja yang baru. Sistem ini disebut juga dengan ROWE, Result Only Work Environment. Definisi selengkapnya akan saya tampilkan dalam slide-slide berikut ini." Jazzer menampilkan file presentasinya pada proyektor di ruangan itu.

"ROWE adalah lingkungan kerja yang berorientasi hasil. Tidak ada jadwal kerja bagi setiap karyawan, mereka bebas melakukan apapun yang mereka kehendaki pada saat jam kerja tanpa perlu untuk minta izin kepada atasannya. Hanya hasil yang diperhitungkan, ROWE menilai kerja berdasarkan output dan bukan jam kerja. Rapat dapat dilaksanakan dengan perantaraan video conference yang semakin lama kualitasnya semakin membaik, segala keperluan tatap muka dapat digantikan dengan "tatap layar", sungguh praktis dan modern. Saya bukanlah yang pertama di sistem kerja yang baru ini, namun Best Buy-lah perusahaan yang secara terang-terangan pertama kali mengimplementasikan sistem ini sehingga kita dapat belajar dari pengalamannya karena Sheraz merupakan perusahaan yang bergerak di bidang yang hampir sama dengan Best Buy. Perlu ditekankan bahwa Best Buy bukanlah pihak yang menemukan gagasan kantor post-geographic ini. Tipe-tipe perusahaan yang dapat menerapkan ROWE cukup beragam, mulai dari finance, human resources, logistics, marketing, advertising, inventory, retail operations, retail training, project management, technology, research, dan bahkan corporate real estate. Di dalam Sheraz, kita dapat mengimplementasikan ROWE bagi karyawan-karyawan yang bekerja di bidang divisi hubungan pegawai, departemen pelatihan ritel, hingga manajer promosi online." Jazzer berhenti sejenak melihat ekspresi dari kedua penasihatnya. Mereka berdua mengerutkan dahi keheranan. Jazz bersyukur karena belum adanya interupsi sehingga masih ada kesempatan untuk lebih meyakinkan keduanya tentang berjuta kelebihan ROWE bagi kemajuan perusahaannya.

"Tidak hanya Best Buy, banyak perusahaan besar lainnya juga telah menerapkan sistem ini. Di IBM, 40% pegawai tidak memiliki kantor resmi. Di AT&T, 1/3 manajer tak terikat tempat kerja. Sun Microsystems Inc. menghitung dapat menghemat $300 juta dalam 1 tahun untuk biaya kantor karena mengizinkan hampir separuh dari pegawainya bekerja dimana pun mereka mau."

"Apa keuntungan lainnya dari ROWE ini, Son?" Akhirnya Lee membuka mulut, Jazz mengetahui secara pasti bahwa pertemuan ini akan menjadi debat yang sangat sengit.

"Pertama-tama, ditinjau dari posisi perusahaan. Biaya kantor jelas akan menurun. Biaya seperti kebutuhan perjalanan karyawan, biaya sewa gedung, dan biaya-biaya lainnya. Dengan dana penghematan itu, kita dapat menjadikannya sebagai modal tambahan bagi Sheraz."

"Akan tetapi kita tidak perlu membayar sewa gedung ini Son, karena sudah sepenuhnya menjadi milik Sheraz."

"Sir, kita juga dapat menghemat biaya-biaya operasional lainnya! Biaya listrik yang membengkak, atau biaya telepon yang semakin melejit, tentu tidak akan membebani perusahaan karena para karyawan bekerja dari rumahnya atau melalui hot spot di cafe. Selain itu ROWE juga dapat meningkatkan kinerja karyawan, Best Buy mengaku bahwa produktivitas perusahaannya naik sekitar 35% setelah menerapkan sistem ini. Karyawan yang tidak memiliki jam kerja dapat mengambil waktu lebih banyak untuk menyelesaikan pekerjaannya tanpa terburu-buru oleh waktu sehingga secara tidak sadar mereka menghasilkan pekerjaan yang lebih banyak dan lebih berkualitas daripada sebelumnya. Selain itu dengan adanya sistem yang tidak mengakibatkan stress pada karyawan ini, data dari CultureRx menyebutkan bahwa rata-rata turnover¹ karena pengunduran diri menurun drastis. Selain itu Sheraz tidak perlu mendisiplinkan karyawan yang kerap datang terlambat dan pulang cepat. Dengan menggunakan sistem ROWE ini, secara tidak langsung dapat memperpanjang jam operasional perusahaan karena karyawan akan bekerja hampir di mana saja. Dan yang terakhir, Sheraz dapat tetap beroperasi penuh bila terjadi bencana karena meskipun berhalangan untuk pergi ke kantor mereka masih dapat bekerja dari rumah masing." Jazzer berhenti berbicara untuk mendengar pendapat Lee dan Vivien.

"Son, pertama-tama ROWE ini berisiko sangat tinggi. Di negara kita, sangat memungkinkan adanya penyelewengan IT. Bila terjadi penyelewengan tersebut, maka habislah citra perusahaan ini. Kemudian salah satu aspek yang sangat penting bagi ROWE adalah tersedianya gadget, sedangkan tidak setiap karyawan mampu memiliki teknologi yang mendukungnya untuk bekerja secara online. ROWE tidak dapat diterapkan untuk setiap divisi di perusahaan kita, Son. Selain itu, bila kita menerapkan ROWE untuk bernegosiasi apalagi mendapatkan kontrak dengan perusahaan lain dengan video conference, saya kira sangat tidak bijaksana. Ekspresi hanya bisa terpancar dengan tatap muka demi kelancaran negosiasi itu sendiri. Pelajaran budaya, organisasi, dan menyelidiki siapa yang berkuasa sangat penting dalam memenangkan sebuah negosiasi-apalagi Sheraz bukanlah perusahaan yang hanya berskala nasional, tapi internasional! Tidak mungkin kita dapat melakukan itu semua dengan video conference, bukan? Itulah sebabnya mengapa Darita Group selalu mengutamakan tatap muka, karena ada hal-hal kecil namun berpengaruh besar dalam proses tatap muka itu sendiri."

Jazzer terdiam, ia baru menyadari semua itu. Ia mengutuk dirinya sendiri karena kehabisan kata-kata untuk membalas argumen Lee. Jika menyangkal argumen Lee saja ia tidak mampu, bagaimana pula ia dapat memperjuangkan ROWE untuk diterapkan di perusahaannya pada masa yang akan datang?

"Son, pekerjaan kita memang global namun persepsi kita harus lokal. Kau pikir kenapa Muhtar Kent, presiden untuk Coke sejak akhir 1970-an menghabiskan 150 hari setiap tahun untuk naik jet perusahaan? Segalanya karena proses tatap muka. Selain itu, waktu untuk pertemuan tatap layar itu sendiri juga membutuhkan waktu yang tepat sedangkan waktu yang tepat bagi semua orang hampir tak ada. Namun harus diakui perihal turnover, peningkatan produktivitas, dan dana penghematan tersebut patut dipertimbangkan," Lee melembutkan suaranya, berharap agar debat ini segera usai. Vivien diam saja karena ia tidak ingin mengecewakan hati Jazzer bila ia turut mendukung argumen Lee.

"Bagaimana dengan keuntungan yang didapat bila kita memberlakukan ROWE dari posisi karyawan, Jazz?" Vivien berusaha mengemukakan pertanyaan yang netral agar Jazz tetap merasa bahwa argumennya dihargai.

Pandangan Jazz cerah kembali. Ia tetap berharap setelah argumen-argumen terakhir yang akan ia lontarkan, Lee dapat merubah pandangannya tentang ROWE.

"Dari posisi karyawan, tentu saja karyawan akan merasa lebih nyaman bekerja karena tidak adanya jadwal. Jadwal kehidupan pribadinya tidak bentrok dengan jam kerja. Perjalanan pergi pulang kantor yang menghabiskan waktu dapat dikurangi, hal ini berujung pada penghematan bensin dan juga dapat mengurangi jumlah gas emisi yang dikeluarkan karena karyawan Sheraz cukuplah banyak. Dengan ROWE, keseimbangan kehidupan kerja dan keluarga para karyawan dapat terjaga. Mereka tidak perlu mengejar jam kerja dan berusaha menyelesaikan pekerjaannya secara terburu-buru seperti biasanya karena mereka akan memiliki waktu yang lebih dari cukup."

"Son, bila keadaannya demikian tidakkah kau pertimbangkan bahwa hubungan antar rekan kerja akan menurun? Kedengarannya memang asyik jika kita tidak perlu ke kantor pagi-pagi atau tidak perlu lembur di kantor karena dapat bekerja di rumah di atas ranjang yang empuk, namun hal itu berarti bahwa jam kerja menjadi tidak terbatas. Apakah tidak mungkin para manajer menghubungi para bawahannya pada tengah malam? Sangat mungkin karena tidak adanya jam kerja yang pasti. Jika karyawan tersebut tidak cukup bijak sana untuk mengatur waktu, maka fatal akibatnya."

"Justru karena mereka harus tetap berhubungan di luar jam kerja, maka hubungan antar rekan kerja justru akan semakin membaik karena mereka tidak dibatasi lagi oleh sekat-sekat antar ruangan," Jazz berusaha tetap mempertahankan argumennya. Ia mengambil gelas berisi air di hadapannya dan diminumnya pelan.

"Baik, lalu bagaimana dengan generasi baby boomer² yang sedari dulu kala telah harus memilih pekerjaan atau kehidupan pribadi? Prinsip kerja mereka yang kaku tidak mungkin mau menerima sistem ini."

"Jika mereka tidak mau maka sebaiknya tidak perlu dipaksa. Bagi pihak yang tidak menyetujui sistem ini, diberikan hak untuk tetap bekerja sesuai dengan sistem yang biasanya berlaku." Jazz menyipitkan matanya. Ia tidak habis pikir mengapa Lee begitu mencari-cari alasan untuk menjatuhkan argumennya. Baby boomer? Seberapa banyak baby boomer yang bekerja di perusahaannya? Sangatlah sedikit! Meskipun demikian Jazz tidak dapat memungkiri bahwa merekalah yang menjadi sebagian besar aset intelektual dari Sheraz dimana kemampuan dan pengalaman mereka di bidangnya masing-masing mencerminkan profesionalitas kerja mereka.

"Nak, kurasa ROWE hanyalah sebuah konsep flextime³ yang dikemas lebih rapi.." Akhirnya Vivien membuka mulut untuk turut serta dalam perdebatan argumen ini, sayangnya yang ia kemukakan lebih mendukung Lee daripada Jazz sehingga Jazz tampak sangat kecewa dengan pernyataan tersebut.

Flextime? Jazzer bersyukur telah memikirkan tentang hal ini sebelumnya sehingga ia dapat memberikan argumen yang cukup baik. "Perbedaan ROWE dan Flexible Work Arrangement Programs cukup banyak. Dalam ROWE, tidak ada jadwal kerja. Karyawan yang digaji tidak menghitung jam kerja. Karyawan membuat keputusan mereka sendiri tanpa perlu untuk meminta izin dalam menentukan bagaimana mereka menghabiskan waktu. Di dalam ROWE, karyawanlah yang diatur, sedangkan Flextime mengatur manajemen kerja. ROWE berdasarkan hasil, sedangkan Flextime berdasarkan jam kerja. Terdapat perbedaan-perbedaan yang begitu membedakan antara ROWE dan Flextime."

Mereka berdua tampak begitu kagum atas Jazz yang telah berusaha semampu mungkin untuk memajukan perusahaan itu, usianya yang muda ternyata tidak menghalangi dirinya untuk tetap berpikiran kritis dan berani mengemukakan segala pendapat dan argumennya. Lee menatap mata Jazz yang begitu tajam menusuk seakan menggeledah segala pikiran orang yang menatapnya. Lee tertawa dalam hati, mata itu persis dengan mata rekan kerjanya yang sangat ia sayangi. Sifat keras kepalanya, sifat tak mau mengalahnya, sifat kritis yang mementingkan orang banyak, sungguh mengingatkannya pada Cavint ketika mereka berdua masih muda. Sungguh masa-masa yang indah bagi mereka berdua, membangun dan menjayakan belasan perusahaan dengan kerja sama yang luar biasa.

"Baiklah Son, akan kami pertimbangkan. Great job!" Lee mendatangi Jazzer sambil menepuk-nepuk pundaknya. Vivien juga turut melakukan hal yang sama. Jazzer terperangah terhadap perlakuan Lee, ia mengira bahwa Lee tidak mungkin akan menghargai usaha apalagi pemikirannya. Ternyata yang sebenarnya terjadi bertolak belakang dengan apa yang ada di benaknya. Lee bukanlah pihak yang mengancam keberadaan dirinya, Lee adalah orang yang selalu membimbingnya dengan sepenuh hati. Jazz baru menyadari betapa sayangnya Lee terhadap dirinya, ia salah tangkap mengenai perilaku Lee yang kaku--ia salah besar jika mengira Lee berniat menyingkirkannya! Mereka bertiga keluar dari ruangan tersebut dengan senyum lebar, bangga, dan penuh kasih menghiasi paras dan hati mereka. Jazzer belum pernah merasa begitu dihargai seperti ini sebelumnya.

"This is totally the best day ever for me..," bisiknya dalam hati.

***

3 bulan kemudian

Jazzer melangkah dengan gembira keluar dari lift yang membawanya ke lantai dasar. Segala pemikirannya tentang ROWE dan bagaimana merealisasikannya di Sheraz ternyata menimbulkan tanggapan yang luar biasa baik dari segala divisi. Terlebih lagi, idenya tersebut sekarang sudah sampai kepada ayahnya yang sedang berunding dengan para pejabat-pejabat lainnya dari Darita Group di markas besar mereka yang berada di New York. Ia baru akan menuju ke arah mobilnya ketika dilihatnya sebuah sosok jelita sedang memandangi patung Sheraz.

"Ibu?"

"Jazzer! Anakku!" Ibu Jazz memeluknya erat-erat, beliau tidak menghiraukan beberapa karyawan yang sedang menatap mereka dengan pandangan bingung.

"Wah! Dalam rangka apa Ibu datang kemari? Sudah lama sekali aku tidak melihatmu, Bu!"

"Jazzer, betulkah bahwa kau yang telah memperjuangkan hal ROWE itu, anakku? Ibu sangat bangga sekali ketika mendengar segala argumenmu. Ayahmu telah menceritakannya padaku." Jazzer mengangguk-angguk bersemangat. "Bagaimana Ibu bisa kemari? Bagaimana dengan proyek-proyek di Jepang?"

"Jazz, kamu harus memperhitungkan apakah kamu rela membuat puluhan orang kecewa demi seseorang yang sangat berarti bagimu. Happy Birthday, Jazz!"

Jazzer Darita tertawa bahagia, sebentar lagi ayah dan ibunya akan selalu berada di sisinya. Lalu, keduanya pun berjalan keluar dari gedung itu.

***

¹Turnover menyangkut sumber daya manusia dimana hal ini berkaitan erat dengan seberapa banyak perusahaan mendapat dan kehilangan karyawan. Tingkat turnover yang tinggi dapat berisiko sangat tinggi bagi perusahaan dimana karyawan profesional yang merupakan aset intelektual perusahaan (yang diandalkan dalam hal kemampuan, pengalaman, dan kemampuan untuk melatih karyawan baru) kerap meninggalkan perusahaan itu sendiri sehingga dapat mengganggu kelangsungan perusahaan. Kehilangan karyawan (baik karyawan pro maupun karyawan baru) menimbulkan kerugian seperti: penurunan produktivitas oleh karena karyawan yang baru belum terbiasa dengan hal yang harus ia lakukan, maka tingkat kesalahan pengerjaan juga meningkat.

²Baby boomer adalah sebuah ungkapan Amerika-Inggris untuk menjelaskan seseorang yang lahir antara 1946-1964 oleh karena adanya ledakan tingkat kelahiran pada saat berlangsungnya Perang Dunia II. Ungkapan ini juga sering digunakan untuk menunjukkan karakteristik/sifat tertentu yang dimiliki baby boomers.

³Flextime atau Flextime Plan atau Flexitime atau Flexible Work Arrangement Programs adalah jadwal kerja yang beragam. Jadwal kerja ini berbeda dengan jadwal kerja yang biasanya dimana diluar jadwal jam kerja yang telah diperbaharui ini karyawan diperbolehkan untuk memilih apa yang akan mereka kerjakan pada waktu flexitime tersebut. Flextime memiliki ketentuan dan cara kerja yang berbeda dengan ROWE meski sering disama-samakan oleh berbagai pihak.

Quote: CEO Brad Anderson (pemimpin Best Buy, pendiri anak perusahaan bernama CultureRx): "ROWE adalah ide yang lahir dan dikembangkan oleh banyak pegawai dengan antusias, ia bukan buah dari peraturan."

Sumber:
-Culturerx.com
-Wikipedia.com
-Yahoo! Finance
-Investorwords.com
-Business Week Online
-Business Week Edisi Indonesia/ 10-17 Januari 2007

23 Februari 2008, 23:24 WIB.

 

Baca perbualan

Cerpen-cerpen Berkaitan

Semua cerpen-cerpen Eksperimen

cerpen-cerpen lain

Perbualan

Perbualan

Want to join the conversation? Use your Google Account

  • 1) wow...great! jujur kalau zu bilang, karya ini sangat bagus saja dari anak gadis seusia 15 thn sprt mu!lengkap research dan source (ya udah, kmu kerja jadi researcher aja dgn ku ;p). karya ini penuh effort and inisiatif... benar-benar hebat. yah, zu dukung deh ;D
  • 2) bagus, hebat. tapi satu penilaian dari saya pada karya ini yaitu, pada penggambaran kondisi (alur) cerita tergesah. coba sedikit di buat santai, sehingga kekonyolan / lelucon dalam cerita itu terasa lebih gres, segar, dan haha hihi bersama.
    tenks.
  • 3) ada masalah teknikal (mugkin), komentar di atas itu adalah dari Elang... ;)

  • (Penulis)
    4) Thanks a lot buat komentar kakak-kakak sekalian... Wah, kalo "karya yang lebih dekat dengan dunia remaja" itu sulit soalnya aku malah ga gitu bisa memahami tema itu... Novel? Wah ide yang bagus, supaya berbagai ide bisa dijadi satukan. Oke-oke, akan kucoba menulis dengan lebih santai, lebih interaktif, supaya terkesan fresh.. Oh ya, aku punya puisi kok.. Cuma baru beberapa yang kuposting di sini.. Thanks again buat segala komentarnya yaa... ^^

Cerpen-cerpen lain nukilan cassle

Read all stories by cassle